fandi

Kekuatan Ikhlas

Ikhlas adalah melakukan amal, baik perkataan maupun perbuatan ditujukan untuk Allah semata. Alquran menyuruh kita ikhlas (QS Yunus [10]: 105). Rasul SAW mengingatkan, ‘’Allah tidak menerima amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk mencari ridha Allah semata.’’ (HR Abu Dawud dan Nasa’i). Imam Ali RA juga berkata, ‘’Orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amal diterima oleh Allah.’’
Kendati bersimbah peluh, berkuah keringat, menghabiskan tenaga, menguras pikiran, kalau tidak ikhlas, sebesar apa pun amal, sia-sia di mata Allah. Maka, sungguh rugi orang yang bertempur, mempertaruhkan nyawa dengan niat ingin disebut pahlawan, atau orang yang sedekah habis-habisan hanya ingin disebut dermawan. Seorang sufi menuturkan, ‘’Ikhlas berarti engkau tidak memanggil siapa pun selain Allah SWT. Untuk men jadi saksi atas perbuatanmu.’’ Ikhlas menjadi benar-benar teramat penting yang akan membuat hidup ini menjadi indah, ringan, dan bermakna.
Ikhlas akan membuat jiwa menjadi terasa damai, merdeka, tidak dibelenggu pengharapan akan pujian. Hati menjadi tenang karena ia tidak diperbudak penantian mendapat penghargaan ataupun imbalan dari makhluk. Penantian adalah hal yang tidak nyaman, menunggu pujian atau imbalan adalah hal yang dapat meresahkan, bahkan bisa mengiris hati bila ternyata yang datang sebaliknya, caci maki. Orang yang tidak ikhlas akan banyak menemui kekecewaan dalam hidup, karena ia banyak berharap pada makhluk yang lemah, ia mengikatkan diri pada tali yang rapuh.
Jabatan tidak akan membuat terpesona hati orang yang ikhlas. Ia tidak ujub dengan jabatan setinggi langit, dan tidak minder dengan jabatan yang rendah.
Dalam benaknya Allah menilai bukan dari jabatan, tapi tanggung jawab terhadap amanah dari jabatannya itu. Ia sangat yakin akan janji dan jaminan Allah yang Mahakaya.
Justru imbalan manusia tiada apa-apanya dibandingkan dengan imbalan Allah SWT. Sungguh tak ada risau, tak khawatir ditipu, dikhianati, bila dekat dengan seorang hamba yang ikhlas. Justru sebaliknya, orang akan merasa nyaman karena sikap dan tutur katanya menghargai dan menyejukkan, penuh manfaat, karena orang yang ikhlas perhatiannya hanya memberi yang terbaik untuk Allah yang selalu menatapnya. Imbasnya akan memberi kebaikan pada orang yang berada di kanan-kirinya. Dan Allah beri penghargaan pada mereka. (QS An-Nisa [4]: 146).
Subhanallah, adakah yang lebih berharga dari pemberian Allah? Maka, nikmat Tuhan manakah yang kita dustakan?

(Sumber : J. Firdaus, Republika)


Hati itu Seperti Raja

Hati itu seperti raja, sedang badan atau tubuh adalah wilayah kekuasaannya. Kekuatan akal rasional seperti seperti para menterinya, sedangkan sifat-sifat tercela seperti aparat keamanannya.
Hati, sepanjang konsisten dengan memberdayakan isyarat dan petunjuk para menterinya dan melaksanakannya dalam birokrasi kerajaan, berarti ia akan konsisten dalam wilayah kekuasaannya. Tetapi kalau hati dikuasai oleh kesenangan syahwat dan sifat-sifat tercela dengan merusak isyarat akal, berarti itu telah menyimpang dari keadilan.
Atau hati itu seperti sang penunggang kuda yang berburu. Badan adalah tunggangannya. Sifat marah dan kesenangan adalah anjingnya. Kalau ia bisa mengendalikan kuda itu dan meraih buruannya, mengendalikan anjingnya, ia akan sukses dengan buruannya. Sebaliknya jika *****, tidak mau mengikuti perintah pemburu, akan berakhir dengan kerusakan dan kegagalan.
(Hujjatul Islam Al-Ghazali)

Maka, semoga hati kita bisa ikhlas dalam keadaan apapun jua, hanya untuk dan karena Alloh... Amiiin.....

bersumber